Beranda » Pakar IPB: Resiko Migrasi BPA Paling Tinggi Pada Makanan Kaleng, Bukan Galon Air

Pakar IPB: Resiko Migrasi BPA Paling Tinggi Pada Makanan Kaleng, Bukan Galon Air

by Luds

HarianBisnis.id-Informasi terkait rencana Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) untuk mencantumkan label BPA pada galon air minum kemasan, yang beredar secara
luas di media hingga saat ini, menjadi perhatian para ahli dan peneliti di bidang teknologi pangan
Institut Pertanian Bogor (IPB).
“Resiko migrasi BPA yang paling tinggi ada pada makanan-minuman kaleng. Jadi kalau
mengkaitkan resiko BPA dengan galon air minum dalam kemasan berbahan polikarbonat itu
aneh. Karena walau dijemur pada suhu 36 derajat celcius pun galon polikarbonat tidak apa-apa,”
kata Dr. Nugraha Edhi Suyatma, dosen dan peneliti Jurusan Teknologi Pangan IPB pada
Webinar bertajuk “Kupas Tuntas Rencana Label BPA di AMDK Galon” yang digelar organisasi
Ruang Lestari, Jumat (27/5).
“Potensi migrasi BPA di galon polikarbonat itu dari hasilan kajian ilmiah berada di titik 80 derajat
celcius. Begitu juga dengan kekuatan menahan benturannya, galon polikarbonat terbilang
tangguh.” ujar Nugraha lebih lanjut.
“Sedikit menyegarkan ingatan, zat Bisphenol-A (BPA) ini digunakan untuk produksi plastik
polikarbonat atau epoksi resin. Bentuk penggunaannya pada galon, botol susu bayi, dan kaleng
makanan-minuman sebagai pelindung bagian dalam. Maka dari itu cukup kaget dengan
pemberitaan yang mengklaim BPOM ingin mencantumkan label berpotensi berisiko BPA pada
galon polikarbonat,” ujar Nugraha.
Keunggulan BPA pada galon dan epoksi resin adalah melindungi isi dalam kemasan karena
sifatnya yang lebih tahan panas, polikarbonat jadi lebih kuat, tidak mudah luruh. Apalagi dalam
kemasan kaleng, BPA melindungi isi makanan-minuman di dalamnya agar tidak mudah terkena
korosi kaleng.
Dalam kajian Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA) menyatakan belum ada risiko bahaya
kesehatan terkait BPA karena data paparan BPA terlalu rendah untuk menimbulkan bahaya
kesehatan. EFSA menetapkan batas aman paparan BPA oleh konsumen sebesar empat
mikrogram/kg berat badan/hari. Sebagai ilustrasi, seseorang dengan berat badan 60 kg masih
dalam batas aman jika mengonsumsi BPA 240 mikrogram/hari. Penelitian tentang paparan BPA
(Elsevier, 2017) menunjukkan kisaran paparan BPA sehari-sehari sekitar 0,008-0,065
mikrogram/kg berbanding berat badan/hari, sehingga belum ada risiko bahaya kesehatan terkait
paparan BPA.
Kabar pencantuman label BPA pada air minum dalam kemasan galon oleh BPOM sudah bergulir
sejak November 2021 lalu. Dalam berbagai pemberitaan, BPOM mewajibkan AMDK galon untuk
mencantumkan label berpotensi berisiko BPA dalam kemasan, atas nama kepentingan
perlindungan konsumen. Menurut Nugraha bahkan BPOM sampai saat ini juga belum
mengundang orang-orang yang ahli di bidangnya untuk diajak berdiskusi terkait perubahan ini. Informasi rencana pelabelan BPA pada AMDK galon pun telah menjadi polemik dan membuat
beberapa pihak memantau independensi BPOM dalam isu ini.
Nugraha menganalogikan persoalan ini dengan minyak goreng kelapa sawit yang dalam
kenyataannya tidak memiliki kandungan kolesterol. “Jadi kita tidak perlu terlalu khawatir dengan
masalah ini. Sebagai contoh, minyak goreng sawit yang klaimnya tidak mengandung kolesterol
tidak boleh karena secara alami memang tidak mengandung kolesterol. Ini bisa dianggap
menyesatkan dan membohongi publik karena memang secara natural tidak mengandung
kolesterol,” ujar Nugraha.
Perlu Klarifikasi dari BPOM
CEO Ruang Lestari, Auhadillah Azizi mengungkapkan perlunya BPOM membuat klarifikasi atas
beredarnya wacana rencana pelabelan BPA untuk AMDK galon. Ia mengindikasikan adanya
persaingan bisnis yang menunggangi isu ini. “Yang berbahaya itu jika kaitannya ke persaingan
usaha karena sudah ada brand yang sudah mencantumkan label BPA Free. Ini harus dijelaskan
apakah ada persaingan bisnis yang melibatkan pembuat kebijakan,” ungkap Auhadillah.
Ia mengungkapkan, sudah saatnya para pakar bersuara secara lisan dan tulisan terhadap isu
pelabelan BPA pada AMDK galon agar tidak menjadi bulan-bulanan di publik dan menimbulkan
persaingan yang tidak sehat. “Jangan sampai ada penilaian bahwa BPOM bersikap tidak adil dan
netral. Ini akan menjadi distorsi tidak sehat di industri AMDK galon. Perlu ada dorongan BPOM
mengklarifikasi dengan basis ilmiah agar tidak menyesatkan konsumen,” katanya.
Sementara itu, isu pelabelan BPA pada AMDK galon tentu berimbas pada konsumen sebagai
pengguna. Dr. Agustina M. Purnomo, peneliti Bidang Keluarga dan Konsumen Ruang Lestari
mengemukakan, faktor kepercayaan konsumen kepada BPOM adalah hal yang harus
dipertahankan. “Kita sulit melawan isu yang belum tentu kebenarannya yang telah beredar
melalui media. Satu-satunya yang harus dipertahankan adalah kepercayaan kepada pembuat
regulasi dalam hal ini BPOM,” kata Agustina.
Ia menambahkan, dari sisi konsumen yang paling penting adalah keamanan ketika mengonsumsi
produk yang digunakan. Ini yang perlu diedukas

You may also like

Leave a Comment